Mengenal Andung-Andung, Seni Ratapan Masyarakat Toba


Bataksiana - Hampir semua masyarakat tradisi yang ada di nusantara memiliki seni ratapan yang khas. Demikian juga dengan masyarakat Batak Toba. Ekspresi batin itu dikenal dengan sebutan andung-andung.

Ilustrasi.
Andung-andung merupakan ekspresi kesedihan yang paling mendalam. Mereka yang “mangandungi” biasanya orang-orang yang punya kedekatan khusus dengan orang yang “diandungi”. Apakah itu keluarga maupun sahabat.

Mereka yang “mengandungi” biasanya tergerak secara spontan dan pure dari lubuk hati yang paling dalam. Pada saat seseorang “mangandungi” itulah diungkapkan semua kesan maupun kenangan atas orang yang meninggal itu. Karenanya dari dari andung-andung itulah orang banyak akan tahu siapa dan bagaimana orang yang meninggal itu.

Andung-andung itu sebagai tangisan yang berbicara. Seolah seorang yang mangandungi itu sedang berbicara dengan orang yang sudah meninggal itu. Andung-andung itu akan semakin mengharukan karena biasanya diekspresikan berulang. Terutama ketika ia dilantunkan pada waktu subuh, dihari orang itu akan dikuburkan.

Namun tidak semua orang terbiasa dan terampil “mengandungi”. Sejumlah orang berpendapat, ekspresi kesedihan ini bukan sesuatu yang dipelajari. Ia merupakan bawaan psikologis seseorang yang memiliki kepekaan hati serta didukung dengan sifat ekspresif yang dimilikinya.

“Banyaknya orang yang ingin mangandung-andung ketika ada sanak keluarganya yang meninggal, tapi itu tidak bisa dipaksakan. Pada umumnya karena tidak terbiasa atau malu. Karena mangandungi itu memang ungkapan yang paling jujur dan tulus. Tidak boleh ada rasa malu ataupun sungkan,” kata seniman musik tradisi Batak Toba, Marsius Sitohang seperti dilansir medanbisnisdaily.com.

Menurut Marsius yang dikenal piawai mangandungi lewat suara seruling (sulim)nya itu, karena kepinginnya orang mangandung-andung tapi tidak bisa, maka dibuatlah pengganti andung-andung itu dalam ekspresi yang berbeda. Yakni dengan nada-nada dari sulim (seruling).

“Jadi kalau ada orang yang mau mangandungi tapi tidak bisa, biasanya diminta supaya parsulim (pemain seruling) yang membuat andung-andung itu lewat nada-nada yang mirip dengan nada-nada seseorang yang mengandungi,” katanya.

Tapi sekarang semakin berkembang. Andung-andung itu ada juga yang diekspresikan dengan lagu-lagu sedih. Ketika dinyanyikan orang pun ramai-ramai menangis. Dijelaskannya sekarang ini sudah jarang dijumpai orang yang bisa mangandungi. “Enggak bisa dipaksakan. Orang yang bisa memang harus yang benar-benar tulus hatinya.”

Adapula pangandung (orang yang mahir mangandungi) yang khusus disewa. Tujuannya untuk memancing suasana rasa sedih itu benar-benar terekspresikan dengan maksimal.

“Ketika orang benar benar puas menangis, rasa sedih di hatinya akan berkurang. Itulah pentingnya kenapa andung-andung itu diperlukan, tutur maestro seni musik tradisi Batak Toba ini. (bbs/int)


Loading...

SHARE
    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar

close